Selasa, 07 Desember 2010

Mimpi itu Tentang Semangat


Mimpi itu tentang Semangat


Teks Oleh : Halimatusa’diah

Foto : Istimewa

Judul : Sang Pemimpi

Pengarang : Andrea Hirata

Penerbit : PT Bentang Pustaka

Tahun Tebit : CetakanKedua puluh empat, November 2008

Tebal :288 Halaman

Sang Pemimpi adalah sebuah kisah tentang mimpi yang berujung manis.
Membaca novel ini akan membuat anda percaya betapa kekuatan mimpi itu
benar-benar ada. Anda akan bertemu dengan Ikal, Arai dan Jimbron. Dan
mereka akan membawa anda berpetualang bersama untuk menggapai mimpi
dan harapan kosong itu.

Dalam novel ini, rasa haru, konyol, terasa renyah tetapi tetap
menarik. Karena bahasa yang disajikan Andrea Hirata sangat ringan
walau dipenuhi majas metafora yang unik seperti halnya novel
sebelumnya Laskar Pelangi.

Ikal, Arai dan Jimbron, tiga pemuda penuh semangat, bercita-cita untuk
keliling dunia, bercitas-cita untuk kuliah di Paris dan menjelajahi
Eropa serta Afrika. Cita-cita itu bukan sekedar omong kosong bagi
mereka. Setiap hari mereka bersusah payah menabung, bekerja untuk
mewujudkan mimpi itu. Dibumbui dengan kisah cinta ala remaja, seperti
Arai yang jatuh cinta pada Zakiah Nurmala dan rasa penasaran tiga
pemuda ini menonton film dewasa.

Hingga akhirnya, Arai dan Ikla harus hijrah ke Jakarta untuk membangun
mimpi mereka, dengan penuh perjuangan, mereka akhirnya bias kuliah di
Universitas Indonesia, membiayai kuliah dengan bekerja serabutan. Dan
pada akhirnya mereka bias meraih mimpi mereka kuliah di Universite de
Paris, Sorbone, Prancis. Sangat menggugah bukan?

Borok Polri

Borok Polri
Oleh : Halimatusa'diah

Permainan uang dalam tubuh kepolisian Indonesia seperti sudah menjadi sistem dan budaya. Dari polisi lalu lintas sampai pejabat paling atas, tidak ada yang kebal dengan uang Jika seharusnya polisi menjadi bagian dari penegak keadilan, maka ditangan mereka keadilan itu hanya bisa ditegakkan oleh uang.
Saya bicara seperti itu bukan tanpa alasan, saya hanya gerah saja dengan tingkah polah para penegak hukum itu. Rasa gerah ini semakin bertambah ketika melihat wajah Gayus sang mafia pajak menghiasi media massa minggu-minggu ini, bukan karena perkembangan kasus suap-menyuapnya, tetapi kepada oknum polisi yang begitu saja membebaskan Gayus plesiran ke Bali selama beberapa hari. Kalau bukan karena uang, lalu karena apalagi?
Tentu saja ini bukan kali pertama media memperlihatkan boroknya tubuh kepolisian negeri ini. Sudah jadi rahasia umum jika banyak oknum polisi yang nyeleneh. Tidak usah jauh-jauh dulu melihat para petingginya, saya yakin, diantara kita semua pernah kena tilang di jalan dan dimintai uang oleh polisi. Nah, yang barusan itu baru kejahatan polisi taraf rendah, mari kita lihat borok polisi lebih dalam.
Kali ini saya ingin memperlihatkan kondisi di dalam rutan. Masih jelas dalam ingatan saya ketika Artaliyta Suryani, terdakwa kasus suap jaksa bisa menikmati kemewahan kamar penjara. Ruangan di penjara bisa dirubah bak hotel bintang lima. Sekali lagi, ini semua karena uang. Kemudian kondisi yang memprihatinkan moral para polisi lainnya adalah bisa begitu mudahnya jual beli narkoba di dalam rutan. Tidak hanya itu, kali ini lebih mencengangkan lagi yaitu “praktek seks dalam rutan”. Para narapidana dengan mudah bisa menyalurkan dan menuntaskan birahinya pada wanita-wanita (PSK) di ruangan yang disewakan para sipir penjara (Majalah Tempo, edisi 25-30 Oktober 2010). Praktek borok ini diceritakan oleh wartawan Tempo, Ahmad Taufik pada bukunya yang berjudul “Penjara: The Untold Stories”, divisualisasikan oleh tim Sigi SCTV, dan sempat beberapa kali ditunda penayangannya.
Beranjak dari rutan menuju petinggi Polri. Anda tahu Susno Duadji? Saya yakin, anda sekalian lebih mengenal beliau daripada saya. Popularitas Susno menanjak ketika ramai “Cicak vs Buaya”, Susno membeberkan aib instansinya yaitu memperlihatkan rekening-rekening gendut para petinggi Polri. Namun akhirnya, Susno pun harus terbawa ke dalam permainannya sendiri, Susno ditahan karena kasus rekening gendut juga. Saya sempat berpikir, tidak ada polisi yang bersih di negeri ini. Lalu, bagaimana mungkin keadilan ditegakkan oleh orang-orang kotor seperti itu?

Berharap pada Timur
Adalah Timur Pradopo, pemimpin Polri yang diangkat dan dilantik oleh Presiden pada september lalu. Dengan kasus plesiran Gayus ini, seharusnya Timur tertantang untuk tidak meneruskan tabiat suap-menyuap di tubuh Polri yang sudah mendarah daging. Selain untuk kepentingan penegakkan keadilan, juga untuk memperbaiki citra buruk Polri di mata masyarakat.
Kredibilitas Timur di uji dengan semua permasalahan dan kasus yang ditangani Polri sekarang. Timur perlu bersikap tegas terhadap jajaran dan bawahannya, dari petinggi-petinggi Polri sampai polisi lalu lintas dan sipir penjara sekalipun. Tidak hanya sikap tegas, tetapi perlu adanya perombakan sistem di tubuh Polri.
Dari beberapa kasus yang telah saya sebutkan, seperti penjara Artalyta Surani dan plesiran Gayus, hukuman yang diberikan pada polisi yang bersangkutan hanya penonaktifan dari jabatan saja. Setelah itu kasus selesai, muncul kasus yang baru lagi, dan masyarakt semakin tidak percaya dengan knerja polisi. Tentu saja besar harap kta tindakan kepolisian tidak hanya sekedar memberi hukuman ketika kasus terjadi saja, tetapi bias memperbaiki system di tubuh kepolisian yang semakin amburadul.
Saya pikir, yang paling pas untuk merubah sisitem di tubuh polri adalah dengan pendidikan karakter bagi setiap akademi kepolisian. Ya, pendidikan karakter, wacana terhangat dari pemerintah untuk merubah system pendidikan Indonesia karena maraknya prilaku anak bangsa yang menyimpang, seperti: tauran, geng motor, dan berbagai macam kasus korupsi. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilain hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, kebenaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan (Oong Komar, dalam artikel “Mencari Model Pendidikan Karakter,” PR (15/11)). Saya pikir, jika rasa kejujuran, tanggung jawab, kebaikan, kebenaran, dan keimanan bias ditanamkan sejak dini d tubuh polri, maka kinerja polri pun akan professional. Tidak ada lagi namanya sogok-menyogok, dari polisi lalu lintas sampai pejabat tinggi sekalipun. Dalam hal ini, Timur haus menunjukkan kredibilitasnya dengan mmpu merubah borok polri. Sebagai pemimpin polri yang baru, Timur perlu unjuk gigi untuk merubah pandangan buruk masyarakat terhadap polri dengan bersikap tegas merubah budaya uang dan suap-menyuap di tubun instansi yang kini dipimpinnya.
Kemudian, Timur juga perlu memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat. Karena kesannya polisi menjadi musuh masyarakat. Masyarakat perlu djadikan mitra kerja polisi. Karena saya yakin, polisi sangat membutuhkan masyarakat untuk menggali informasi tentang segala maam konflik yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, saya sebagai masyarakat sangat berharap banyak agar polri bias merubah diri. Karena kami bosan jika keadilan harus selalu dibeli dengan uang. Sebagai penegak keadilan, sepatutnya polri sadar jika masyarakat sangat dirugikan. Kami menunggu Timur dan rakan-rekannya berubah.


Pendapat pribadi